LBH MABM-KB

OUR OFFICE
R.Melayu
Calender



resent visitor
Translator
Traffic
who online
Your Message

ShoutMix chat widget
Other things

Powered by FeedBurner

Subscribe to LBH MABM-KBAdd to Pageflakes

Add to Plusmo

Subscribe in Bloglines

Subscribe in podnova

Add to netomat Hub

 Subscribe in a reader

OUR VISITORS
free counters
Other things
Yahoo Meesenger
INVENTARISIR SENGKETA ETNIS DI KALBAR
Saturday, January 17, 2009
KONFLIK  SAMBAS
A. Latar Belakang

Kalimantan Barat adalah daerah yang kerap mengalami konflik antar etnis. Konflik-konflik ini telah terjadi sejak puluhan tahun lalu. Konflik-konflik ini dapat terbagi dua yakni konflik yang murni konflik etnis (horizontal) dan konflik yang sebenarnya konflik vertikal tapi di desain menjadi konflik horizontal.3

Salah satu Konflik yang murni konflik etnis adalah konflik antara Melayu sambas dan Madura pada tahun 1999 .Peristiwa ini dipicu oleh peristiwa pada tanggal 17 Januari 1999. Menurut versi etnis Melayu konflik yang berawal dengan tertangkapnya seorang etnis Madura yang di duga hendak mencuri di rumah seorang warga. Tersangka pencuri ini kemudian ditangkap dan dipukuli oleh warga. Sementara menurut versi etnis Madura, tidak ada orang Madura yang mau mencuri. Yang terjadi adalah 3 orang pemuda Madura yang dalam keadaan mabuk berat kemudian diturunkan oleh tukang ojek di Parit Setia. Kemudian menggedor pintu rumah warga dan berbicara kasar kepada pemilik rumah. Sewaktu orang-orang ini membuka bajunya dalam di mereka mengeluarkan clurit. Karena ketakutan warga lalu berteriak maling. Seorang diantara mereka tertangkap dan dihajar masa sementara yang lainnya berhasil meloloskan diri.

Bagaimanapun versi kejadian. Pada tanggal 19 Januari 1999, pecah konflik antara etnis Melayu Sambas dan etnis Madura. Saat itu 200 orang Madura menyerang Desa Parit Setia setelah usai sholad Ied. Akibatnya 3 orang etnis Melayu tewas. Peristiwa ini menimbulkan kemarahan luar biasa di kalangan warga Melayu. Dan akhirnya menimbulkan gelombang serangan balasan terhadap pemukiman Madura di daerah-daerah lain.

Akibatnya secara keseluruhan usai Konflik 1999, data resmi menunjukan bahwa konflik ini menyebabkan 401 jiwa meninggal dunia dan pengungsian 58.544 orang Madura dari Kab. Sambas.4 sampai saat ini Konflik ini diselesaikan pemerintah dengan cara memindahkan etnis Madura dari wilayah Kab. Sambas ke Kotamadya Pontianak dan Kota Singkawang.

Kondisi ini menyebabkan hingga saat Paper ini ditulis, etnis Madura belum bisa kembali ke daerah asalnya di Sambas. Ini disebabkan terjadinya penolakan keras dari warga etnis Melayu di Sambas bila warga Madura hendak kembali. Meski tidak resmi terdapat batas wilayah perbatasan yang boleh dilewati oleh orang Madura ke Sambas, mereka tidak pernah bisa memasukinya. Ada beberapa versy dari warga Sambas tentang wilayah terakhir yang boleh dimasuki. Bagi sebagian versy batas terakhir adalah di batas wilayah administratif pemerintahan kota Singkawang dengan Kabupaten Sambas. Namun versy lain menyebutkan batas terakhir adalah di Sungai Selakau.

Dalam beberapa kali kejadian beberapa warga Madura pernah mencoba memasuki Sambas. Namun mereka tidak pernah kembali dengan selamat. Meskipun beberapa diantaranya dikawal oleh aparat keamanan (TNI).

B. Konflik Sambas, sebuah Pelanggaran HAM?

Dalam UU Peradilan HAM pasal 9, menyebutkan kejahatan terhadap kemanusiaan, bersama-sama dengan kejahatan Genosida, sebagai pelanggaran Hak asasi manusia yang berat. Sedangkan pengertian dari kejahatan terhadap manusia adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil, berupa:
a. Pembunuhan
b. Pemusnahan
c. Perbudakan
d. Pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa
e. Perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional
f. Penyiksaan
g. Perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan atau srerilsasi secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara
h. Penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis ,budaya , agama, jenis kelamin atau alas an lain yang telah dilakukan secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hokum internasional
i. Penghilangan orang secara paksa atau,
j. Kejahatan apartheid.5

Berkaitan dengan terjadinya peristiwa kerusuhan sambas 1999, yang menjadi pertanyaan adalah apakah peristiwa kerusuhan sambas 1999 dapat dikualifikasikan sebagai kejahatan terhadap kemanusian berdasarkan UU peradilan HAM?.

Apabila menggacu pada pasal 9 UU pengadilan HAM, peristiwa kerusuhan sambas 1999 dapat dikualifikasikan sebagai kejahatan terhadap kemanusia. Yakni adanya Pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa yang dijelaskan sebagai pemindahan orang-orang secara paksa dengan cara pengusiran atau tindakan pemaksaan lain dari daerah dimana mereka bertempat tinggal secara sah, tanpa didasari alasan yang diizinkan oleh hukum internasional.6

Namun siapakah yang bertanggung jawab dalam peristiwa ini? Negara sebagai pemikul tanggung jawab utama dalam pemajuan dan perlindungan hak asasi manusia, atau kah warga etnis melayu sambas sebagai lawan yang “memenangkan” konflik dan menolak keras kembalinya warga madura ke sambas?

Melihat dari awal terjadinya peristiwa kerusuhan sambas 1999, sekilas nampak memang murni konflik antar etnis. Dimana pemicu kejadian ini bermula dari tertangkapnya seorang etnis Madura yang di duga hendak mencuri di rumah seorang warga Melayu di Desa Parit Setia. Dan sekilas juga tidak nampak ada campur tangan negara melalui aparatnya dalam peristiwa ini. Namun adalah satu standar yang diterima secara universal bahwa negara memikul tanggung jawab utama dalam pemajuan dan perlindungan hak asasi manusia. Tanggung jawab yang sedemikian tidak dapat dikurangi dengan alasan-alasan politik, ekonomi mapun budaya.7

Dengan demikian, negara melalui pemerintah daerah provinsi kalimantan Barat merupakan pihak yang harus menjamin atas hak-hak korban pelanggaran HAM yakni warga Madura yang menggungsi ke pontianak dan singkawang dan ingin kembali yang juga merupakan warga negara oleh hukum internasional dan nasional yang juga memberikan pengakuan dan jaminan terhadap hak-hak korban pelanggaran HAM tersebut.

Adapun hak-hak korban pelanggaran HAM tersebut adalah:
a. Hak atas pengakuan, jaminan, perlakuan hukum yang adil serta kepastian hukum dan perlakuan yang sama didepan hukum
b. Hak atas ganti rugi, restitusi dan rehabilitasi.8

C. Kesimpulan

1. bahwa Kalbar merupakan wilayah yang kerap mengalami konflik antar etnis.
2. Bahwa Konflik-konflik ini dapat terbagi dua yakni konflik yang murni konflik etnis (horizontal) dan konflik yang sebenarnya konflik vertikal tapi di desain menjadi konflik horizontal .
3. bahwa peristiwa kerusuhan Sambas 1999 merupakan suatu pelanggaran HAM yakni terjadinya pengusiran secara paksa.
4. bahwa negara merupakan pihak yang bertanggung jawab terhadap peristiwa ini karena negara membiarkan terjadinya peristiwa pegusiran ini padahal negara merupakan pemikul tanggung jawab utama dalam pemajuan dan perlindungan hak asasi manusia.

D. Rekomendasi

1. Perlu adanya studi lebih lanjut mengenai peran negara melalui aparat dalam kerusuhan Sambas 1999.
2. Pemerintah harus mememenuhi hak-hak korban kerusuhan Sambas 1999 yakni Hak atas ganti rugi, restitusi dan rehabilitasi.

*************
3 Pada tahun 1967, militer Indonesia memobilisasi etnis Dayak untuk menyerang etnis Tionghoa dan mengusir mereka dariwilayah pedalaman dengan alasan etnis Tionghoa mendukung PGRS/Paraku (Pasukan Gerilya Rakyat Serawak/Pasukan Raakyat Kalimantan Utara). Tidak ada jumlah korban jiwa yang pasti, namun data resmi Kodam Tanjungpura menyebutkan jumlah pengungsi Tionghoa sebanyak 59.850 jiwa. (Erma S.Ranik : Laporan Study : “Menelusuri Hubungan PGRS/PARAKU dan Pengusiran Cina Oleh Dayak pada Tahun 1967 di Kalimantan Barat”, tahun 2003.


4 Bambang Hendarta Suta Purwana, Konflik Antar Komunitas etnis Sambas 1999, Suatu Tinjauan Social Budaya, 2003.

5 Hotma Timbul Hutapea, Hak-hak korban dan penyelesaian hukum kejahatan terhadap kemanusiaan dalam peristiwa kerusuhan Mei 1998, menatap wajah korban, 2005 hal 137
6 ibid hal 139
7 KOMNAS HAM , HAK ASASI MANUSIA, tanggung jawab Negara peran institusi nasional dan masyarakat, 1999.
8 Hotma Timbul Hutapea, Hak-hak korban dan penyelesaian hukum kejahatan terhadap kemanusiaan dalam peristiwa kerusuhan Mei 1998, menatap wajah korban, 2005 hal 125
(D. Okbertus Srikujam.)
Diposkan oleh Perkumpulan PENA di 00:38

Labels:

posted by LBH MABM-KB @ 1/17/2009 01:47:00 PM  
0 Comments:

Post a Comment

<< Home
 
About Us

Name: LBH MABM-KB
Home: Pontianak, Kalimantan Barat, Indonesia
About Me:
See my complete profile
Previous Post
Archives
Links
Powered by

BLOGGER

© LBH MABM-KB Blogspot Template by Isnaini Dot Com